Langsung ke konten utama

Lebih Baik Mengatakan “Tidak Apa” di Masa Muda daripada “Andai Saja” di Masa Tua: Refleksi dan Makna Mendalam

 “Lebih baik mengatakan ‘tidak apa’ di masa muda, daripada mengatakan ‘andai saja’ di masa tua.”

Ungkapan ini bukan sekadar motivasi populer, melainkan refleksi mendalam tentang bagaimana manusia berinteraksi dengan waktu. Masa muda adalah fase penuh eksperimen—sebuah laboratorium kehidupan tempat kita mencoba, gagal, lalu mencoba lagi. Pada usia ini, kesalahan bukanlah aib, melainkan metodologi belajar yang paling jujur. Ketika seorang anak muda jatuh dan berkata “tidak apa,” ia sebenarnya sedang menyatakan bahwa kegagalan bukan akhir dari perjalanan, melainkan investasi pengetahuan yang kelak menjadi modal kebijaksanaannya.

Sebaliknya, usia tua sering kali menjadi cermin dengan resolusi tinggi: ia memperlihatkan pilihan-pilihan yang pernah diambil, sekaligus pilihan yang tidak pernah dicoba. Kata “andai saja” biasanya muncul bukan dari kegagalan yang terjadi, tetapi dari kesempatan yang dibiarkan lewat—impian yang ditunda karena takut dicemooh, langkah yang tak pernah dimulai karena ragu dengan diri sendiri, atau potensi yang dipadamkan oleh standar lingkungan.

Di sinilah perbedaan fundamentalnya:
“Tidak apa” adalah keberanian menerima risiko pada masa ketika risiko itu masih bisa diperbaiki.
“Andai saja” adalah penyesalan karena tidak berani mengambil risiko pada masa ketika kesempatan sudah berlalu.

Masa muda tidak menuntut kesempurnaan—ia hanya menuntut keberanian untuk bergerak. Karena di antara keberanian itulah karakter terbentuk, wawasan diperluas, dan hikmah tumbuh. Tidak semua langkah akan menghasilkan kemenangan, tetapi setiap langkah pasti menghasilkan pemahaman baru tentang diri sendiri dan dunia.

Kita tidak bisa memilih untuk tetap muda selamanya, tetapi kita bisa memilih untuk tidak menua dengan hati yang penuh penyesalan. Lebih baik mengumpulkan serangkaian “tidak apa, aku sudah mencoba” daripada menumpuk “andai aku dulu mau berani sedikit saja.” Pada akhirnya, hidup bukan tentang menjalani jalan yang paling aman, tetapi tentang pulang dengan cerita—bukan penyesalan.


Ingin hidup tanpa penyesalan? Mulailah dengan langkah kecil hari ini. Setiap keberanian masa muda adalah hadiah untuk dirimu di masa depan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Islam & Modern Life : Refleksi Spiritualitas di Tengah Dunia yang Terus Berubah

Mengapa  Islam & Modern Life  Perlu Dibicarakan? Islam & Modern Life: Refleksi Spiritualitas di Tengah Dunia yang Terus Berubah Kita hidup di zaman yang penuh dengan percepatan. Teknologi berkembang dengan sangat cepat, gaya hidup modern terus berubah, dan arus globalisasi membawa kita pada pertemuan lintas budaya yang tidak terhindarkan. Di satu sisi, modernitas menghadirkan berbagai kemudahan: komunikasi instan, akses ilmu pengetahuan tanpa batas, hingga peluang yang lebih luas dalam kehidupan. Namun di sisi lain, modernitas juga membawa tantangan serius terhadap spiritualitas: kesibukan yang membuat kita jauh dari doa, distraksi digital yang mengikis keheningan hati, dan budaya instan yang kadang menyingkirkan makna. Di titik inilah, pertanyaan penting muncul: bagaimana seorang Muslim dapat tetap berpegang pada nilai-nilai keimanan tanpa tertinggal oleh perkembangan zaman? Islam bukanlah agama yang menolak modernitas, melainkan agama yang selalu mampu berdialog deng...

Kamu Tidak Sekecil Pikiranmu – Cara Mengatasi Pikiran Negatif dan Menemukan Kekuatan Diri

 Di dalam kepala kita, selalu ada suara kecil yang muncul setiap kali kita ingin melangkah ke arah yang tidak biasa. Suara itu terdengar begitu meyakinkan, mengatakan bahwa kita tidak cukup pintar, tidak cukup berbakat, atau tidak layak untuk mencoba sesuatu yang besar. Padahal, suara itu hanyalah gambaran dari rasa takut kita sendiri. Kita mempercayainya karena ia muncul dari dalam diri, seolah ia adalah kenyataan. Namun kebenarannya, apa yang kita pikirkan tentang diri kita sering kali tidak mencerminkan kemampuan kita yang sebenarnya. Kita terbiasa melihat diri dari perspektif yang sempit, lupa bahwa kita telah berhasil melewati berbagai rintangan yang dulu terasa mustahil. Banyak orang berhenti bermimpi bukan karena mereka tidak mampu, tetapi karena mereka terlalu lama terjebak dalam persepsi negatif tentang diri sendiri. Mereka membiarkan pikiran pesimis menentukan seberapa jauh langkah yang boleh diambil. Kita sering kali menyerah bahkan sebelum mencoba, hanya karena membayan...

Jalan Pulang

Membedah dan Menemukan Jalan Pulang: Sebuah Perjalanan Sastra Arsyadna Birran Di tengah riuhnya dunia modern yang serba cepat, hadir sebuah karya sastra yang mengajak pembaca untuk berhenti sejenak, menengok ke dalam diri, lalu perlahan berjalan kembali: Jalan Pulang , karya Arsyadna Birran Sofyan . Buku ini bukan hanya kumpulan kata, melainkan refleksi batin yang menyentuh lapisan terdalam jiwa manusia. Diterbitkan oleh Pesantrentiga pada Januari 2025, Jalan Pulang menjadi penanda langkah awal Arsyadna Birran, seorang santri muda, dalam dunia literasi. Namun, meskipun lahir dari pena yang masih muda, kedalaman makna yang ditawarkan terasa matang dan penuh hikmah. Dekonstruksi Sastra: Tema dan Gaya Bahasa Sejak awal, pembaca disambut dengan narasi reflektif yang sarat simbol. “Cahaya yang Membawa Pulang”, “Labirin Tanpa Arah”, hingga “Kita Semua adalah Pejalan” — judul tiap bab seolah menjadi peta perjalanan jiwa. Tema besar buku ini adalah perjalanan pulang , namun bukan dalam...